Banyak orang berpikir bahwa kemiskinan hanya soal gaji yang kecil. Padahal, cara kita menggunakan uang setiap bulan sering kali jauh lebih menentukan daripada jumlah penghasilan itu sendiri.
Orang dengan gaji besar pun bisa hidup penuh utang dan tanpa tabungan. Sementara, orang dengan penghasilan pas-pasan bisa hidup tenang karena tahu cara mengelola uangnya.
Memahami kenapa konsumsi bisa membuatmu miskin adalah langkah awal untuk mengubah pola dan mulai membangun kebebasan finansial yang nyata.
Bukan soal belanja, tapi soal cara membelanjakan
Membeli sesuatu bukanlah hal yang salah. Setiap orang punya kebutuhan dan keinginan.
Namun, masalah muncul saat belanja dilakukan tanpa perencanaan, hanya karena ikut-ikutan, tekanan sosial, atau dorongan emosi sesaat.
Contohnya:
- Langganan aplikasi yang jarang digunakan
- Jajan online hampir setiap hari
- Beli barang diskon yang sebenarnya tidak dibutuhkan
Pengeluaran kecil yang dianggap sepele ini, jika dilakukan terus-menerus, bisa menguras penghasilan tanpa disadari.
Kenapa konsumsi bisa membuatmu miskin meski gaji besar?
Kamu mungkin berpikir, “Nanti kalau penghasilan naik, pasti semuanya jadi lebih gampang.”
Sayangnya, kenaikan penghasilan tidak otomatis membuat keuangan membaik. Karena sering kali, saat gaji naik, pengeluaran ikut naik — bahkan lebih cepat.
Inilah yang disebut dengan lifestyle inflation: gaya hidup yang membesar seiring naiknya penghasilan.
Tanpa kontrol, kamu tetap hidup dari gaji ke gaji. Tidak ada tabungan. Tidak ada dana darurat. Dan utang pun terus bertambah.
Inilah bentuk kemiskinan modern: punya penghasilan, tapi tidak punya ketenangan.
Kita dikondisikan untuk terus belanja
Setiap hari kamu disuguhi iklan, konten, dan promo dari berbagai arah. Influencer menunjukkan gaya hidup mewah. E-commerce mengirim notifikasi diskon tengah malam.
Tanpa sadar, kamu merasa harus membeli sesuatu agar tidak tertinggal.
“Belum punya iPhone terbaru?” “Belum pernah staycation di sini?”
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bukan sekadar promosi, tapi alat untuk membentuk kecemasan sosial agar kamu terus belanja.
Ini berbahaya karena membuat kamu berbelanja bukan berdasarkan kebutuhan, tapi dorongan ingin dianggap “cukup” oleh orang lain.
Kredit dan cicilan bikin utang tak terasa
Fitur cicilan dan paylater memberi kesan bahwa semua barang bisa dibeli kapan saja.
“Hanya 100 ribu per bulan” terlihat ringan. Tapi ketika kamu punya 5–10 cicilan berjalan, itu jadi beban serius.
Kartu kredit, yang seharusnya jadi alat bantu, malah jadi jebakan jika tidak digunakan dengan bijak.
Banyak orang baru sadar saat tagihan melebihi gaji, dan menyesal karena awalnya merasa semua bisa dikontrol.
Gaya hidup untuk pamer
Di era media sosial, banyak orang membentuk citra diri lewat konsumsi.
Pamer outfit baru, nongkrong di tempat estetik, beli mobil untuk “naik kelas” sosial. Semua ini bisa jadi sumber kebanggaan — dan juga sumber masalah.
Karena saat uang habis demi citra, realita keuangan di balik layar jadi penuh tekanan.
Kamu terlihat mapan, tapi setiap malam stres karena cicilan dan saldo rekening yang kosong.
Inilah realitas banyak generasi muda hari ini: terjebak dalam gengsi digital.
Bagaimana keluar dari siklus ini?
Semua perubahan dimulai dari kesadaran. Berikut beberapa langkah praktis yang bisa kamu lakukan mulai hari ini:
- Tunda pembelian selama 24 jam sebelum memutuskan beli
- Catat setiap pengeluaran, sekecil apa pun nilainya
- Buat jadwal “hari tanpa belanja” minimal seminggu sekali
- Evaluasi langganan: mana yang benar-benar kamu gunakan?
- Tentukan tujuan finansial jangka pendek dan jangka panjang
- Bandingkan kebutuhan dan keinginan dengan lebih jujur
Perubahan kecil yang konsisten bisa menciptakan perbedaan besar dalam jangka waktu setahun.
Apa yang bisa kamu lakukan dengan uang yang disimpan?
Setelah kamu mulai menahan konsumsi impulsif, kamu akan kaget melihat berapa banyak uang yang bisa diselamatkan setiap bulan.
Uang ini bisa diarahkan untuk:
- Menyiapkan dana darurat minimal 3 bulan pengeluaran
- Mulai investasi kecil, seperti reksa dana atau emas digital
- Membayar utang dengan bunga tinggi lebih cepat
- Mengikuti kursus atau pelatihan yang meningkatkan skill
- Liburan yang direncanakan dan bebas utang
Dengan begitu, uangmu benar-benar bekerja untukmu — bukan sebaliknya.
Konsumsi sadar = kebebasan
Mengontrol konsumsi bukan berarti pelit atau tidak menikmati hidup.
Sebaliknya, ini menunjukkan bahwa kamu tahu apa yang benar-benar penting dan tidak ingin hidupmu dikendalikan oleh keinginan sesaat.
Ketika kamu belajar menunda kesenangan jangka pendek demi hasil jangka panjang, kamu sedang membangun masa depan yang lebih tenang dan terarah.
Kamu tidak harus berhenti belanja, tapi kamu bisa belanja dengan sadar, sesuai nilai dan prioritasmu sendiri.
Dan di situlah letak kebebasan yang sesungguhnya.